Potensi Kayu di Indonesia
Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu
negara pemilik hutan tropis terbesar di dunia. Dengan wilayah hutan seluas jutaan
hektar, Indonesia menduduki
peringkat ke-3 sebagai pemilik hutan tropis terbesar setelah Brazil dan Zaire .
Dengan potensi
hutan yang sedemikian besar, hutan tropis Indonesia terkadang menimbulkan
kecemburuan bagi negara-negara bukan pemilik hutan tropis. Betapa tidak,
keanekaragaman genetik yang terkandung di dalam hutan tropis merupakan aset
negara yang sangat berharga dan tidak dimiliki oleh negara-negara lain.
Dari jenis
pohonnya saja, hutan kita diduga memiliki lebih dari 4.000 jenis pohon. Jumlah
ini didasarkan pada material herbarium yang sudah dikumpulkan oleh Badan
Penelitian Hutan dari berbagai wilayah hutan di Indonesia . Sayangnya dari 4.000
jenis tersebut baru sebagian kecil saja yang sudah bisa dimanfaatkan untuk
kepentingan komersial dan nonkomersial.
Kalau
membicarakan hutan tentu tak akan lepas dari membicarakan kayu. Padahal
kayu hanya salah satu dari aneka manfaat hutan yang tidak semuanya mudah
diperhitungkan nilainya dengan ukuran ekonomi. Kayu menjadi topik utama dalam pembicaraan
tentang hasil hutan karena masyarakat lebih mengerti diajak berbicara tentang
nilai ekonomi kayu dibandingkan dengan manfaat hutan lainnya.
Potensi kayu
hutan kita sangatlah besar. Berdasarkan data, Indonesia bersama dengan Brazil
dan Zaire mempunyai luas hutan tropis sebesar 53% dari total luas hutan tropis
dunia. Indonesia sendiri mempunyai 10% dari jumlah total yang merupakan
kekayaan hutan tropis terbesar di Asia. Cadangan hutan tropis kita dari segi
potensi produksi per hektarnya berada di atas cadangan produksi per hektar
negara Brazil.
Berdasarkan TGHK
diketahui luas wilayah hutan kita adalah sebesar 143 juta hektar. Jika
dibandingkan dengan luas daratan Indonesia sebesar 191 juta ha maka luas hutan
kita meliputi 75% total luas daratan Indonesia. Dari 143 juta ha tersebut,
hutan Indonesia dibagi-bagi lagi sesuai dengan peruntukannya menjadi hutan
lindung 30 juta ha, hutan konservasi 19 juta ha, hutan konversi 30 juta ha, dan
hutan produksi 64 juta ha. Hutan produksi seluas 64 juta ha ini dibedakan
menjadi dua bagian yakni hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas.
Hutan produksi
tetap adalah areal hutan produksi bebas yang karena pertimbangan kebutuhan
sosial ekonomi masyarakat dan negara perlu dipertahankan sebagai kawasan hutan
produksi dan masuk dalam kawasan hutan optimal.
Hutan produksi terbatas adalah hutan produksi yang hanya
dieksploitasi dengan cara tebang pilih. Dari hutan produksi ini dihasilkan
kayu-kayu sebagai suplai bahan baku
berbagai industri, kerajinan, dan keperluan lainnya.
Dengan proses produksi secara tebang pilih tanam yang
hakekatnya memproduksi serta menjaga kelestarian hutan, suplai kayu bulat atau
gelondongan Indonesia
dapat mencapai 64 juta m3 per tahun. Dengan manajemen hutan yang terselenggara
baik, termasuk usaha perencanaan hutan yang telah dilakukan, suplai bahan baku ini akan dapat
dipertahankan kelestariannya.
Jumlah produksi baru terbatas pada kayu-kayu yang telah
dikenal dalam dunia perdagangan. Sementara itu hutan Indonesia juga menyimpan jenis kayu
yang belum dikenal dalam dunia komersil sekitar 120 jenis. Dengan kecenderungan
seperti saat ini dimana para ahli kayu begitu inovatif dalam memanfaatkan
segala jenis kayu yang layak diproduksi, potensi kayu dari hutan kita akan
menjadi semakin besar di masa-masa mendatang.
Potensi nonkayu dari hutan atau dikenal juga sebagai hasil
hutan ikutan (minor forest product) sangatlah banyak. Tentu kita sudah tidak
asing lagi mendengar kulit kayu manis, biji tengkawang, rotan, damar,
gondorukem, beberapa jenis tanaman obat, dan lain-lain.
Jenis-jenis tersebut merupakan beberapa contoh hasil hutan
nonkayu dari sisi floranya.
Hasil hutan nonkayu dari sisi fauna pun cukup berarti.
Beberapa jenis binatang yang hidup di dalam hutan mempunyai perhitungan
tersendiri secara komersial. Satwa
seperti monyet, ular, burung, buaya, rusa, dan lain-lain sering kita dengar
upaya penangkarannya. Penangkaran satwa-satwa tersebut saat ini sudah
berkembang tidak hanya untuk menjaga kelestarian jenis tersebut tetapi juga
merupakan upaya komersialisasinya. Dari kegiatan penangkaran kita akan mudah
mendapatkan tas kulit ular maupun aksesori dari kulit buaya. Binatang seperti
kera untuk percobaan penelitian bidang kedokteran maupun farmasi pun dapat
diperoleh melalui penangkaran.